WHO mencermati betul bagaimana dunia video game membuat para penikmatnya kecanduan atau memainkannya secara berlebihan. Mereka memandang hal ini sebagai satu problematika tersendiri.

Bahkan, dalam update draft ICD mereka, WHO sudah menetapkan fenomena adiksi game sebagai sebuah penyakit mental. Praktis, identifikasi yang dilakukan pihak WHO ini pun mengundang reaksi dari para gamer, termasuk para pemerhati dunia game.

Sebagian besar bersuara kontra terhadap WHO. Namun, Sony selaku perusahaan elektronik terbesar yang juga memproduksi game, justru seirama dengan WHO. Menurut Kenichiro Yoshida, CEO Sony, kecanduan game bisa menjadi masalah serius untuk masa depan.

Dilansir dari Kyodo News, WHO menjelaskan secara khusus bahwa candu game yang dimaksud adalah mereka para gamer yang sudah melewati batas dalam memainkan video game tertentu, atau dengan kata lain sudah masuk dalam kategori membahayakan kondisi dirinya sendiri dan orang-orang yang tinggal bersamanya.

Berikut standar yang ditetapkan WHO:

  1. Tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol intensitas atau frekuensi dalam bermain game.
  2. Lebih memprioritaskan aktivitas gaming ketimbang melakukan kegiatan-kegiatan penting lain yang wajib individu lakukan.
  3. Tetap bermain game secara terus menerus meski aktivitas tersebut telah berdampak negatif pada segala aspek kehidupan individu di lingkungan sosial, keluarga, akademi, pekerjaan, dan sebagainya.

Yoshida sendiri tidak menjelaskan secara eksplisit program seperti apa yang akan dibangun oleh Sony sebagai wujud dari usaha mereka memerangi prilaku candu game. Namun, Sony berhasil menciptakan sistem parental control di konsol Playstasion 4, yang bisa memberikan batas bagi anak dalam memainkan video game.