Riot Games, pengembang esports asal Amerika Serikat, menciptakan badan pengelolaan mandiri di level perguruan tinggi untuk League of Legends. Demikian diberitakan Sports Business Daily.
Langkah ini dibuat menyusul dewan gubernur National Collegiate Athletic Association [NCAA] memilih tidak merancang kerangka kerja untuk tata kelola esports, sehingga publisher game harus terus mengembangkan diri secara swadaya.
Setelah didirikan, kedepannya badan pengelola yang dibuat Riot Game ini akan dimiliki dan dijalankan oleh para publisher game.
Namun, ini akan distrukturisasi sebagai divisi yang terpisah, persis seperti 13 liga profesional esports, termasuk League of Legends Champions Series [LCS] milik Riot dan League of Legends European Championship [LEC].
Berbeda dengan liga profesional, divisi badan pengelolaan perguruan tinggi ini tidak akan memiliki kendali penuh terhadap aset dan hak mereka sendiri.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi badan pengelola adalah menjaga perguruan tinggi tetap pada treknya, yang terbiasa beroperasi di bawah undang-undang amatirisme dengan olahraga tradisional di kampus seperti basket — yang membatasi kemampuan pemain esports kampus untuk memenangkan hadiah uang atau mendapatkan pemasukan lebih banyak dari iklan dan donasi online streaming.
Belum diketahui secara jelas bagaimana hubungan pihak-pihak terkait ini dikendalikan. Namun, Sports Business Daily melaporkan, fitur utama akan menjadi dewan penasihat eksternal, yang terdiri dari olahraga kampus dan pakar pendidikan.
Di kala esports terus berkembang di pasar perguruan tinggi, masih perlu ditinjau apakah NCAA akan memudahkan para stakeholders bertahan dengan kebijakan yang telah dibuat, yang jelas bertentangan dengan sejarah kompetisi pergurauan tinggi amatir.