Pengembang League of Legends bergerak cepat untuk mengantisipasi aksi mogok kerja.
Karyawan di Riot Games berani menunjukkan ketidaksenangan mereka. Mencuat wacana untuk melakukan pemogokan.
Masalah bermula dari budaya perusahaan mengenai seksisme, dan menurut Waypoint, para karyawan di sana tidak cocok dengan kebijakan tersebut.
Developer League of Legends itu telah bergerak Jumat lalu untuk menyelesaikan beberapa tuntutan hukum yang diajukan untuk merespons atas laporan yang dilakukan Kotaku sebagai upaya perlawanan terhadap seksisme.
Berita pemogokan ini sampai kepada kepala petugas keanekaragaman Riot Games Angela Roseboro, yang lantas langsung mengambil tindakan.
Dia telah mengundang para karyawan untuk menghadiri forum yang diselenggarakan pekan ini.
“Kami ingin membuka dialog pada Senin ini dan mengundang pekerja Riot untuk bergabung dengan kami dalam sesi kecil, di mana kami bisa membicarakan mengenai keprihatinan mereka dan menjelaskan sebanyak mungkin konteks yang bisa diterima terkait di mana kami telah berada dan kenapa,” ujar Roseboro dalam sebuah pesan singkat yang diterima Waypoint.
Riot Games juga kemudian mengeluarkan pernyataan melalui CEO Nicolo Laurent bahwa perusahaan “selalu ingin para pekerja Riot mendapatkan kesempatan untuk didengarkan” dan akan mengajak mereka “mempelajari lebih banyak tentang perspektif mereka mengenai arbitrase”.
“Kami juga akan membahas topik ini selama pertemuan dua mingguan balai kota. Keduanya adalah forum penting bagi kami untuk mendiskusikan kebijakan terbaru dan mendengarkan feedback dari para pekerja Riot, yang mana keduanya bagian penting untuk mengevaluasi semua prosedur dan kebijakan, termasuk yang terkait dengan arbitrase,” kata Laurent.