Muhammad “Chanks” Zulisar menjadi nama yang dibicarakan belakangan ini di komunitas game FIFA di Indonesia. Hal ini tentu karena prestasi terakhirnya yang mentereng.
Chanks baru saja menjuarai ePiala Indonesia 2021, turnamen resmi EA sebagai developer game FIFA yang bekerja sama dengan PSSI demi mencari pemain terbaik di Indonesia.
Kemenangan itu membuat Chanks berhak membawa pulang hadiah Rp50 juta ditambah satu dari empat spot di timnas Indonesia untuk tampil di FIFA eNations Cup 2021.
Siapa sebenarnya Chanks? Mengapa dia begitu piawai dan tampil memesona di game FIFA 21 ini? ONE Esports mendapat kesempatan untuk mewawancarainya.
“Saya memulai semuanya dari 2016. Awal mulanya saya coba-coba. Tapi saat itu saya memang tak punya wadah sebagai tempat latihan sehingga belum terlalu ditekunin,” jelasnya eksklusif.
“Kemudian teman kebetulan punya rental, akhirnya memutuskan untuk jaga rental. Dari situ sekalian bisa latihan juga. Sampai dilihat sama yang punya sepertinya ada bakat, mulai ikut turnamen-turnamen.”
“Alhamdulillah mulai juara-juara gitu. Lama kelamaan dilirik tim esports. Pertama di XCN, kemudian pindah ke Cosmic Esports, Persikabo, dan sekarang Zeus Gaming,” papar Zulisar.
Chanks juga mengaku sangat senang dengan adanya turnamen ePiala Indonesia yang membawanya untuk tampil di FIFA eNations Cup. Karena sebelumnya EA lebih terfokus pada FUT jika berbicara esports.
- Waktunya berburu pemain! FIFA 21 resmi umumkan Team of The Year
- Puncaki klasemen Thai e-League Pro, Rizal ‘Invader’ puas dengan performa Zeus Gaming
Sebagai salah satu pemain kawakan, pemain Zeus Gaming itu mengaku bahwa mental menjadi modal penting jika ingin masuk ke scene esports sepak bola. Apalagi di sana, tak ada batasan umur yang jelas. Berbeda dengan scene Mobile Legends: Bang Bang, Free Fire, hingga PUBGM.
“Tingkat kesulitan untuk masuk pro di FIFA sebenarnya tak terlalu besar. Harus siap saja intinya, terutama yang jadi bahan pertimbangan adalah segi mental pemainnya juga. Kalau mental sudah kuat, lama-kelamaan akan naik dengan sendirinya,” ungkapnya.
“Menurut saya cuma itu yang jadi bahan pertimbangan ke dunia esports. Mental harus kuat dulu.”
“Terkait usia pemain pro FIFA tidak ada batasan. Selama masih mampu bermain bagus ya main saja sudah. Di luar sana banyak pemain yang umurnya 30 tahun ke aras masih aktif. Mereka masih sering ikut lomba resmi EA,” tutur dia.
Esports Indonesia berkembang sangat pesat. Chanks pun menegaskan bahwa pemasukan pemain profesional FIFA juga menjanjikan dan tak kalah dari pemain MLBB, FF, atau PUBGM. Walau dia tak bisa menyebut nominal pastinya.
“Dibilang menjanjikan, jelas menjanjikan. Tapi pada akhirnya tergantung pada orangnya juga. Misalnya dia gajinya besar, tapi gaua hidupnya mewah ya sama saja,” kata dia.
“Jenis kontraknya seperti pemain sepak bola beneran permusim. Tapi tergantung klubnya lagi. Kalau kita bagus main di sebuah turnamen, bisa lebih panjang (kontraknya),” lanjutnya.
Akhir kata, Chanks berterima kasih dengan keberadaan Ifel (Indonesian Football e-League) yang membuat para pro player game sepak bola merasa aman.
“Dampak IFel besar banget buat kami. Sehingga kami tak bingung latihan buat apa ketika satu turnamen resmi sudah selesai. Sebelum ada IFel bingung kan,” jelas eks pemain Persikabo itu.
“Kalau sekarang tujuannya lebih banyak. Sehingga keberadaan IFel memang begitu baik,” tutup Chanks.
BACA JUGA: Babak Reguler IFeL 2020 berakhir, PSIS dan Persik Kediri tersingkir